Senin, 07 November 2016

Tahun-Tahun Bencana Indonesia

Siapa yang tahu kapan suatu bencana akan datang. Bencana datang begitu saja, bahkan untuk siapa saja. Tengok ketika warga Karang Kobar di Kabupaten Banjar negara yang kaget dengan longsoran tanah yang menimbun mereka. Tidak seorangpun bersiap menghadapinya, tapi ada yang tetap tenang menerimanya. Mereka yang tenang adalah mereka yang menang, mereka yang siap datang kepada Tuhan, mereka yang lelah dengan kehidupan dunia, mereka yang beruntung tidak lagi menghadapi congkaknya manusia.
Tahun-tahun belakangan Indonesia memang dirundung duka. Banyak warganya yang meninggal karena bencana. Hingga saat ini 155 penumpang pesawat Air Asia yang jatuh belum semuanya ditemukan. Mundur ke tahun 2014, setidaknya ada belasan orang menjadi korban karena erupsi gunung Sinabung. Kemudian mundur lagi, ada erupsi gunung Merapi yang membuat sekitar 350 orang meninggal dunia dan sekitar 400 ribu orang mengungsi karena bencana ini. Sekarang, bencana amat besar tengah terjadi, bencana hukum dan politik yang belum tahu menyebabkan berapa banyak orang yang mati nuraninya.
Bencana menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah sesuatu yang menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan. Dalam konteks keruangan, dari berbagai bencana yang dituliskan diatas maka bencana hukum dan politik menjadi nomor wahid yang paling luas cakupannya. Bencana hukum dan politik akan menyerang sendi-sendi kehidupan masyarakat, mengaburkan penglihatan mereka atas dikotomi benar-salah. Masyarakat tak hanya kabur penglihatannya, tapi kehilangan motifasi karena mereka hanya tunduk pada taklid buta.
Bencana hukum dan politik tidak hanya terjadi belakangan ini saja, namun baru kali ini dampaknya begitu terasa bahkan hanya pada permulaannya. Mulai dari masa pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, hingga saat pemerintahan baru yang usianya belum genap satu tahun dari lima tahun masa jabatan. Hal ini luar biasa, tapi banyak masyarakat yang tetap buta.
Banyak lembaga pemerintahan yang seharusnya dapat menjadi acuan, banyak media yang seharusnya dapat menjalankan fungsi pengawasan. Namun keduanya telah hilang kemerdekaannya. Lembaga pemerintahan dilombakan penguasaannya, agar dapat mengontrol dan melakukan dominasi. Media masa seharusnya merdeka, agar mereka mampu memberikan apa yang seharusnya masyarakat tahu tanpa intervensi dari siapapun.
Bencana hukum dan politik mengaburkan lembaga hukum dengan kepentingan politik. Seharusnya hukum dijunjung tinggi dan tidak ada lembaga penegak hukum yang kebal hukum, tapi lembaga penegak hukum harus kebal dari intervensi kepentingan politik. Indonesia kita sedang di pecah dan lalu dibelah-belah, oleh anak bangsa sendiri yang haus akan kepentingan duniawi.
Entah fraksi mana di DPR yang masih mau mengabdi dengan hati nurani. Entah KPK atau Polri yang disisipi kepentingan agar keduanya saling menghancurkan. Entah pak Jokowi, pak Bambang atau pak Budi yang dirundung malang. Sekarang hukum dipermainkan dan fakta diputar balikkan, asal jangan bermain dengan hukum Tuhan.
Indonesia jaya hanya sebuah syair untuk dinyanyikan, Indonesia damai sentosa hanya menjadi slogan, Indonesia adil dan makmur hanya menjadi impian. Indonesia tidak akan bergerak menjadi lebih baik sebelum kita semua sadar akan makna persatuan dan kesatuan. Berebut jabatan menjadi tontonan, berbicara ngawur malah menjadi sorotan. Itulah realitas yang harus kita hadapi, bagaimana esok Indonesia akan berubah. Walaupun kita juga tidak tahu arah perubahan itu sendiri.
Benar memang suatu pribahasa yang mengatakan semakin tinggi suatu pohon maka semakin kencang pula angin yang menerpanya. Mungkin inilah gambaran yang cocok untuk pemerintahan, KPK dan juga Polri. Ketiganya adalah lembaga yang sedang dalam perbaikan, kinerjanya begitu menggembirakan. Ketiganya kini tengah dipermainkan, diguncang dan diterpa topan. Hanya yang sabar dan mengingat Tuhan yang dapat bertahan.
Jika kita sadari, bertahun-tahun telah banyak sekali waktu yang terlewat tanpa arti. Kita seharusnya sudah maju jika tidak hanya sibuk mengeruk harta duniawi. Jika anggota dewan lamban dalam menyadari, maka mentari esok untuk cerahnya Indonesia tidak akan terbit lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar